Kamis, 31 Mei 2012

Kepailitan

Sejak tahun 1998 kepailitan diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan, kemudian ditetapkan dengan UU Nomor 4 Tahun 1998 dan telah diperbaharui dengan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Undang-undang ini didasarkan pada asas-asas berikut ini:
1. Asas Keseimbangan
Di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, sedangkan pihak lain dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha
Ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi
Sitem hukum formil dan materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.

Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:
  1. atas permohonan debitur sendiri
  2. atas permintaan seorang atau lebih kreditur
  3. oleh kejaksaan atas kepentingan umum
  4. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
  5. oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek. 
Bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu:
1. Memiliki minimal dua kreditur;
2. Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.

Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
Demi hukum debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Bila debitor adalah perseroan terbatas, organ perseroan tsb tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang kurator. Putusan dihitung sejak tanggal pernyataan pailit diucapkan sejak pukul 00.00 waktu setempat.
Namun ketentuan sebagaimana dalam Pasal 21 di atas tidak berlaku terhadap barang-barang sbb:
  1. Benda termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan dengan pekerjaannya, bagian makanan untuk tiga puluh hari bagi debitor dan keluarganya yang terdapat di tempat itu
  2. Segala sesuatu yang diperoleh dari debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian atau jasa sebagai upah, pensiun, uang tunggu, uang tunjangan sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas
  3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang 
Sumber:
http://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-pembayaran-utang/
http://ugik013-neverendingjourney.blogspot.com/2009/02/kepailitan.html

Nama: Soraya Imaniar N. H.
NPM: 26210661
Kelas: 2EB15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar