Selasa, 01 Januari 2013

Bagaimana Cara Membuat Ringkasan yang Baik?

Ringkasan merupakan sekumpulan berbagai informasi untuk mempermudah pemahaman. Bagi anda yang sudah terbiasa membuat ringkasan / rangkuman, mungkin kaidah yang berlaku dalam menulis ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meskipun demikian, tentu perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dala menyusun ringkasan.


Berikut ini merupakan beberapa pegangan yang dapat dipergunakan untuk menulis ringkasan yang baik dan teratur:



1. Membaca Naskah Asli

Bacalah naskah asli sekali atau dua kali, kalau perlu berulang kali agar Anda mengetahui kesan umum tentang karangan tersebut secara menyeluruh. Penulis ringkasan juga perlu mengetahui maksud dan sudut pandangan penulis naskah asli. Untuk mencapainya, judul dan daftar isi tulisan (kalau ada) dapat dijadikan pegangan karena perincian daftar isi memunyai pertalian dengan judul dan alinea-alinea dalam tulisan menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi.


2. Mencatat Gagasan Utama

Jika Anda sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, silakan memperdalam dan mengonkritkan semua hal itu. Bacalah kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pokok-pokok yang telah dicatat dipakai untuk menyusun sebuah ringkasan. Langkah kedua ini juga menggunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan. Yang menjadi sasaran pencatatan adalah judul-judul bab, judul anak bab, dan alinea, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensial untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat.


3. Mengadakan Reproduksi

Pakailah kesan umum dan hasil pencatatan untuk membuat ringkasan. Urutan isi disesuaikan dengan naskah asli, tapi kalimat-kalimat dalam ringkasan yang dibuat adalah kalimat-kalimat baru yang sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya. Bila gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, silakan melihat kembali teks aslinya, tapi jangan melihat teks asli lagi untuk hal lainnya agar Anda tidak tergoda untuk menggunakan kalimat dari penulis asli. Karena kalimat penulis asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan, atau perumusan yang padat.


4. Ketentuan Tambahan

Setelah melakukan langkah ketiga, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.
- Susunlah ringkasan dalam kalimat tunggal daripada kalimat majemuk.
- Ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Jika rangkaian gagasan panjang, gantilah dengan suatu gagasan sentral saja.
- Besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting.
- Jika memungkinkan, buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada, meski terkadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
- Anda harus mempertahankan susunan gagasan dan urutan naskah. Tapi yang sudah dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat ringkasan Anda. Jagalah juga agar tidak ada hal yang baru atau pikiran Anda sendiri yang dimasukkan dalam ringkasan.
- Agar dapat membedakan ringkasan sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato/ceramah (bahasa langsung) yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak, ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan orang ketiga.
- Dalam sebuah ringkasan ditentukan pula panjangnya. Karena itu, Anda harus melakukan seperti apa yang diminta. Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka haruslah membuat demikian. Untuk memastikan apakah ringkasan yang dibuat sudah seperti yang diminta, silakan hitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu dan bagilah dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yang harus ditulisnya. Perhitungan ini tidak dimaksudkan agar Anda menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tapi perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan. Jika Anda harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya, perhitungan yang harus Anda lakukan adalah sebagai berikut:



Sumber:

http://www.diwarta.com/cara-menulis-ringkasan-atau-rangkuman/790/
http://pelitaku.sabda.org/cara_membuat_ringkasan


Nama: Soraya Imaniar N. H.
NPM: 26210661
Kelas: 3EB15

Sistematika Penulisan Ilmiah Tetapi Ringan

Karya ilmiah (bahasa Inggris: scientific paper) adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.


Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.

Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian.



Sistematika dari penulisan karya ilmiah terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut:
JUDUL
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
BAB I.  PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
2.  Manfaat Penulisan
BAB II.  KAJIAN TEORETIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A. Kajian Teoretis
B. Kerangka Berpikir
C. Metodologi Penulisan
BAB III.  PEMBAHASAN (judul sesuai topik masalah yang dibahas)
A.  Deskripsi Kasus
B.  Analisis Kasus
BAB IV  KESIMPULAN
A.  Kesimpulan
B.  Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN (termasuk sinopsis gambaran umum perusahaan yang ditulis)




BAB I  PENDAHULUAN 


A.  Latar Belakang  Masalah

Memuat fakta-fakta atau sebab yang relevan sebagai titik tolak dalam merumuskan masalah penulisan dan mengemukakan alasan penentuan masalah. Penulis dapat mengutip/mengemukakan pendapat para ahli, berita melalui media massa, peraturan perundang-undangan yang mendukung terhadap fakta atau fenomena yang akan ditulis.

B.  Perumusan Masalah
Menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa yang ingin dicari jawabannya. Perumusan masalah merupakan  pertanyaan  yang lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup  permasalahan yang dibahas, diakhir pertanyaan harus memberikan tanda tanya (?).

C.  Tujuan dan Manfaat
a.  Tujuan Penulisan: Menyebutkan secara spesifik maksud yang ingin dicapai dalam penulisan.
b.  Manfaat Penulisan: Kontribusi hasil penulisan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB II  KAJIAN TEORETIS DAN METODOLOGI PENULISAN
A.  Kajian Teoretis
Pemaparan beberapa teori ilmiah dan temuan-temuan lain yang dianggap perlu dan relevan dengan pokok masalah. Sedangkan pada akhir dari semua teori-teori yang dikutip, penulis harus memunculkan sebuah kesimpulan terkait dengan permasalahan.

B.  Kerangka Berpikir
Argumentasi penulis yang didasari pada  teori-teori ilmiah yang telah dikemukakan dimuka. Peneliti untuk mengungkapkannya dapat menggunakan bantuan skema atau bagan.

C.  Metodologi Penulisan
1. Tempat dan waktu: jelaskan tempat/lokasi observasi dengan menyebutkan nama perusahaan serta alamatnya, kemudian sebutkan waktu observasi sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh masing-masing program studi.
2.   Metode :
a.  Sebutkan nama metode yang digunakan (misalnya: metode deskriptif analisis). 
b. Teknik pengumpulan data (misalnya: wawancara, observasi, menggunakan kuesioner). 
c. Teknik Analisis Data (misalnya: memakai model analisis seperti SWOT).

BAB III  PEMBAHASAN (judul bab ini harus sesuai dengan topik yang diangkat) 
A.  Deskripsi Kasus
Mengidentifikasi kasus-kasus yang terdapat pada perusahaan (sesuai dengan kekhususan bidang ilmu penulis). Kasus yang diangkat merupakan kasus yang ditemukan di perusahaan dan penulis terlebih dahulu melakukan konfirmasi dengan pihak perusahaan. Kasus-kasus yang bersifat rahasia tidak disarankan untuk dibahas oleh penulis. Kasus yang diangkat dapat berupa point-point uraian penjelasan atau berupa tabel, diagram dan sebagainya.

B.  Analisis Kasus
Penulis melakukan pengkajian terhadap kasus yang dipilih. Untuk mendapatkan solusi/pemecahan terhadap kasus yang dibahas, penulis dapat juga menggunakan model-model analisis seperti analisis SWOT dan sebagainya sesuai kebutuhan.

BAB IV  KESIMPULAN DAN SARAN
Peneliti harus  meyimpulkan  hasil temuan dari analisis kasus dalam bentuk pointpoint penting secara jelas dan tepat. Lalu dari kesimpulan tersebut, penulis memberikan  saran-saran yang berguna terkait dengan kasus yang telah dianalisis terutama ditujukan kepada perusahaan yang ditulis dan kegunaannya bagi perkembangan IPTEK. Pada bab ini antara kesimpulan dan saran masing-masing dijadikan sub-bab tersendiri.



Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_ilmiah
http://www.unj.ac.id/fe/sites/default/files/PEDOMAN%20PENULISAN%20KARYA%20ILMIAH_0.pdf


Nama: Soraya Imaniar N. H.
NPM: 26210661
Kelas: 3EB15

Perbedaan Konseptual dan Kontekstual

Makna Konseptual

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengunkapkan yang dimaksud dengan konsep adalah rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konseptual diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan konsep. Chaer juga menuliskan dalam bukunya makna konseptual yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun (1994: 293).

Dapat dikatakan pula bahwa, makna konseptual merupakan makna yang ada pada kata yang tidak tergantuk pada konteks kalimat tersebut. Makna konseptual juga disebut dengan makna yang terdapat dalam kamus. Contoh dari makna konseptual adalah kata ‘ibu’ yakni ‘manusia berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa’.

Makna konseptual sebuah leksem dapat saja berubah atau bergeser setelah ditambah atau dikurangi unsurnya (Sarwiji, 2008:73). Contohnya pada kata atau leksem demokrasi. Leksem tersebut dapat diperluas unsurnya menjadi demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila, maka makna konseptual tersebut akan berubah.

b. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Denotatif

Sarwiji (2008:73) juga menggambarkan bahwa makna konseptual bisa disebut makna denotatif, yaitu makna kata yang masih merujuk pada acuan dasarnya sesuai dengan konvensi bersama. Makna denotatif sendiri merupakan makna yang lugas, dasar dan apa adanya. Chaer mengartikan makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif mengacu makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem (1994: 292).

Jadi, makna denotatif adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata atau leksem yang diartikan secara lugas, polos, asli, apa adanya, sebenarnya dan masih mengacu pada satu sumber atau konvensi bersama. Dengan begitu makna denotatif merupakan makna dasar. Lawan makna denotatif adalah makna konotatif, yang lebih mengandung nilai rasa emotif dalam penggunaannya.

Contoh makna denotatif sebenarnya sama dengan makna konseptual tadi. Namun, untuk lebih jelasnya yang termasuk contoh makna denotatif adalah ‘bunga’ diartikan sebagai ‘bagian tumbuhan yang digunakan sebagai alat reproduksi atau berkembang biak’.

c. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Referensial

Dalam blognya Susilo mengungkapkan juga, bahwa makna konseptual sama dengan makna denotatif dan referensial. Sedangkan makna denotatif sama artinya dengan makna konseptual.

Makna refensial adalah makna sebuah kata atau leksem kalau ada refernsnya, atau acuannya. Jadi, sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya (Dwi, 2008). Referens merupakan unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa. Setaningyan mencontohkan kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.

Referensi menunjuk hubungan antara elemen-elemen linguistik dan dunia pengalaman di luar bahasa (Sarwiji, 2008:75). Sehingga harus ada acuannya di dalam dunia nyata ini. Contoh dari makna referensial ini sama dengan makna konseptual dan makna denotatif, karena artinya pun sama, yaitu pada kata ‘pensil’ yang berarti ‘alat yang digunakan untuk menulis dan dapat dihapus dengan karet penghapus’.

d. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Leksikal

Makna Konseptual sama artinya dengan makna denotatif. Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal (Rini Eka, 2008). Makna leksikal adalah makna leksem atau kata yang diartikan ketika tidak dipengaruhi konteks atau saat leksem tersebut berdiri sendiri.

Makna leksikal merupakan kata yang bersifat dasar, hubungan gramatika dan belum mengalami konotasi yang mengacu pada sebuah lambang kebahasaan. Makna leksikal adalah makna yang bersifat lugas dan merupakan makna yang sebenar-benarnya. Dalam makna ini, sebuah kata masih murni dan belum menyiratkan makna-makna lain. Makna leksikal juga lebih dikenal dengan makna yang berada dalam kamus dan mengacu pada makna yang disepakati bersama.

Sama halnya dengan makna-makna sebelumnya yaitu, makna konseptual, makna denotatif, dan makna leksikal, makna leksikal memiliki contoh kata yang berdiri sendiri. Contoh tersebut adalah ‘buaya’ yang berarti ‘binatang melata karnivora purba yang hidup di air dan memiliki sisik tajam’. Arti kata itu berlaku pada kalimat berikut ‘Adik melihat penangkapan buaya di pinggir sungai’. Tidak berlaku pada kalimat berikut ‘Lelaki itu terkenal dengan sebutan lelaki buaya dikalangan wanita”. Pada kalimat kedua, kata buaya bukan lagi sebagai makna leksikal, konseptual, denotatif maupun makna referensial.

Dari beberapa uraian diatas mengandung maksud bahwa makna konseptual adalah makna yang sebenarnya, asli, polos, lugas, tidak tergantung pada konteks, masih merujuk pada acuan dasar sebuah kata. Makna konseptual secara gampang dijelaskan sebagai makna yang ada didalam kamus. Makna konseptual juga berarti makna denotatif, makna referensial, dan makna leksikal.

Makna Kontekstual

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, yang dimaksud konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna. Menurut Susilo yang dimaksud dengan konteks adalah segenap informasi yang berada disekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada disekitarnya (Preston, 1984:12).

Sarwiji (2008:71) memaparkan bahwa makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai. Beliau juga berpendapat bahwa makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya (2008:72). Dalam buku linguistik umum Chaer mengungkapkan bahwa makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks.  Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, lingkungan, penggunaan leksem tersebut (1994:290).

Dari beberapa uraian diatas maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata atau leksem yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna, yang dipengaruh oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya, penggunaan makna kontekstual adalah terdapat pada kalimat berikut.

a.       Kaki adik terluka karena menginjak pecahan kaca.

b.      Nenek mencari kayu bakar di kaki gunung.

c.       Pensilku terjepit di kaki meja.

d.      Jempol kakinya bernanah karena luka infeksi.

Penggunaan kata kaki pada kalimat diatas, bila ditilik pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (a), kata kaki berarti ‘alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup’. Sedangkan pada kalimat (b), kata kaki disana memiliki arti ‘bagian bawah dari sebuah tempat’. Untuk kalimat (c), kata kaki merupakan ‘bagian bawah dari sebuah benda’. Berbeda dengan kalimat (d), kata kaki disana memiliki makna ‘bagian dari alat gerak bagian bawah makhluk hidup’. Kata kaki pada hakikatnya, mengandung maksud bagian terbawah dari sebuah objek. Tetapi, dalam penggunaa kata tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengartian kata kaki.

Sumber:

http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/10/12/

Nama: Soraya Imaniar N. H.

Kelas: 3EB15
NPM: 26210661

Euforia Masyarakat Jakarta Menyambut Gubernur Baru

Jokowi-Ahok



Pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama akhirnya resmi ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Hal ini setelah dilakukan serangkaian acara pelantikan keduanya. Pelantikan dimulai dari Sekretaris Dewan DPRD DKI Mangara Pardede membacakan tentang Keputusan Presiden. Selanjutnya, dibacakan pula pengesahan pengangkatan Ir Haji Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta masa 2012-2017 dan Basuki Tjahaja Purnama, MM sebagai Wakil Gubernur DKI masa jabatan 2012-2017 dengan diberikan gaji pokok dan tunjangan kepala daerah sesuai peraturan perundang-undangan, berlaku sejak pelantikan pejabat. Setelah itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengambil sumpah jabatan dan pelantikan. Pengambilan sumpah janji jabatan mengandung tanggung jawab kepada Indonesia dan UUD 1945 serta bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat. Kemudian, Jokowi-Basuki menandatangani berita acara pelantikan. 

Acara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) beberapa bulan lalu disambut meriah oleh ribuan pendukungnya yang berasal dari berbagai daerah di Jakarta. Mereka tumpah ruah bersuka ria sambil bernyanyi-nyanyi di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, tempat pelaksanaan pelantikan di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Kegembiraan para pendukung Jokowi-Ahok tersebut tak pecahnya seperti sebuah perayaan karnaval. Bahkan para pedagang kaki lima secara sengaja oleh tim sukses Jokowi disedikan secara gratis bagi masyarakat yang hadir disana. Berbagai macam menu makanan tersedia dan siap dilahap, tidak hanya bagi pendukung Jokowi tetapi juga semua orang yang hadir di lokasi.

Warga yang memadati Jalan Kebon sirih datang dengan keunikannya masing-masing. Ada yang menggunakan baju kotak-kotak, baju batik, baju merah, serta atribut-atribut lain yang bertuliskan ucapan selamat dan dukungan kepada gubernur dan wakil gubernur baru. Euforia kebahagiaan warga Jakarta mengalahkan panasnya cuaca di sekitar gedung DPRD DKI. Selain itu, beberapa warga dari Masyarakat Pencinta Delman berkonvoi dengan menggunakan 12 delman di Jalan Kebon Sirih. Mereka memasang spanduk ucapan selamat atas terpilihnya Jokowi-Basuki sebagai pemimpin warga Jakarta. Dalam kesempatan itu, mereka juga menuntut agar delman di lestarikan, khususnya yang beroperasi di Monumen Nasional (MONAS). Walaupun tidak ada layar lebar untuk memantau jalannya proses pelantikan di ruang paripurna gedung DPRD DKI Jakarta, jumlah massa semakin bertambah. Mereka mendengarkan orasi-orasi yang berisi dukungan dan harapan agar Jokowi-Basuki dapat menjadi pemimpin yang melayani.


Sumber:
http://www.harianjogja.com/baca/2012/10/15/pelantikan-jokowi-suasana-bak-pesta-rakyat-copet-pun-ikut-berpesta-339116
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/15/11451965/Konvoi.Delman.di.Pelantikan.Jokowi-Basuki
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/15/11012672/Jokowi-Basuki.Resmi.Pimpin.DKI.Jakarta

Nama: Soraya Imaniar N. H.
NPM: 26210661
Kelas: 3EB15